Kontroversi Wine Berlabel Halal

9 January 2018
News

Produksi minuman yang tadinya beralkohol tapi dalam versi non-alkohol tampaknya memang sedang menjadi tren saat ini. Tapi tak semata-mata karena urusan ajaran agama. Bersamaan dengan ajang Specialty Food Festival, muncul champagne yang diklaim halal.

Produk wine halal sebenarnya sudah lama beredar di pasaran. Namun, beberapa hari terakhir produk itu menjadi perbincangan di media sosial. Sejumlah orang menghubung-hubungkan label halal pada produk tersebut dengan lahirnya Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH).

Minuman Crystal Wsk diproduksi Emerald Beverages, Los Angeles, Amerika Serikat. Mereka memiliki tiga produk minuman, yakni Crystal Whiskey, Empire Vodka, dan Riviere Wine. Meskipun mengandung kata whiskey, vodka, dan wine, ketiganya diklaim halal. Tidak ada kandungan alkohol di dalamnya.

Dalam situs resminya, Emerald Beverages menyatakan bahwa minuman nonalkohol disediakan untuk masyarakat yang memiliki pantangan mengonsumsi alkohol. Baik karena larangan agama maupun konsumen yang memang memiliki gaya hidup sehat.

Sayang, tidak dijelaskan dari mana mereka mendapat sertifikasi halal itu. Yang pasti, sejak minuman itu diproduksi, mereka sudah mencantumkan logo halal.

Berbeda misalnya dengan wine dari perusahaan Pierre Zero, dari situs resminya secara langsung ada sertifikat halal untuk beberapa produk mereka. Produk wine halal lain yang beredar di pasaran internasional adalah Lussory dan Vincero. Vincero mendapat sertifikat halal dari Halal Institute of the Islamic Board, lembaga sertifikasi di Spanyol juga.

Wine sendiri didefinisikan sebagai minuman berakohol yang terbuat dari fermentasi anggur atau buah-buahan lain. Karena adanya keseimbangan kimia alami, anggur dapat berfermentasi tanpa tambahan bahan lain.

Standar kadar alkohol di wine bias adalah 8,5 persen, seperti yang disahkan oleh Uni Eropa. Tapi banyak wine yang ditambahkan radar alkohol hingga 17,5 persen seperti Madera, Sheri dan Swissgletzer Wine.

Sementara Cognac, Brandy maupun Weinbrand, sudah bukan wine lagi walaupun merupakan hasil destilasi wine. Karena kadar alkoholnya sudah 40 persen.

Sebagian orang percaya wine memiliki dilasi pembuluh darah, mengurangi tekanan darah tinggi, anti oksidan, mengurangi LDL, mengurangi resiko serangan ginjal, asam urat, osteoporosis dan kanker.

Tapi jika diminum secara berlebihan, wine yang mengandung alkohol dapat menimbulkan efek mabuk, gangguan sistem saraf dan kecanduan.

Dari pandangan Islam, sesuai Al Qur’an (5:90) “Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman keras, berjudi (berkurban untuk), berhala dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung”

Demikian pula di Al Qur’an (4:43), “Wahai orang yang beriman, janganlah kamu mendekati sholat ketika kamu dalam keadaan mabuk, sampai kamu sadar apa yang kamu ucapkan, dan Janna pula (kamu hampiri masjid ketika kamu) dalam keadaan junub.”

Dari uraian kesehatan dan pernyataan di dalam Al Qur’an, perdebatan tentang haram atau tidaknya wine masih terus berlangsung.

Majelis Ulama Indonesia sendiri melalui rapat komisi fatwa tahun 2001 menetapkan minuman keras adalah minuman yang mengandung alkohol minimal satu persen, maka jelas wine konvensional adalah minuman keras.

Tapi, kandungan alkohol dalam wine dapat dikurangi hingga nol persen dengan mengurangi masa fermentasinya, yaitu hanya setahun saja. Kandungan alkohol akan hilang tapi wine dengan mengurangi masa fermentasi ini tidak bertahan lama. Hanya sekitar tiga tahun saja.

Berbeda dengan wine yang mengalami proses fermentasi lama, yang sanggup bertahan hingga puluhan tahun. Bahkan semakin lama, akan menghasilkan wine yang baik.

Menilik dari uraian ini, ada beberapa wine yang bisa diminum karena tidak mengandung alkohol. Tapi untuk wine yang biasa beredar di Indonesia, mayoritas masihlah wine yang beralkohol. (Berbagai Sumber)