Dampak inbound

Dampak Pembatasan Inbound Flight 90 Passenger, Siapa yang Bertanggung Jawab ?

7 October 2021
Blog

JAKARTA , bisniswisata.co.id: Kalangan pengusaha travel agent dan penerbangan dari lintas asosiasi bertekad menyelamatkan Warga Negara Indonesia ( WNI) yang kini tertahan di luar negri akibat kebijakan Pemerintah RI yang prematur mengenai pengetatan penerbangan yang masuk ke Indonesia hanya boleh mengangkut maksimum 90 penumpang per penerbangan.

” Akibat kebijakan prematur yang dikeluarkan Direktorat Jendral Pehubungan Udara Kementerian Perhubungan Nomer AU.006/2/7/ DRJU.DAU-2021 tertanggal 29 September 2021, sejumlah WNI yang sedang berada di luar negri tidak bisa kembali ke tahah air,” kata Priyadi Abadi, Ketua Indonesian Islamic Travel Communication Forum (ITCF), hari ini

Hal ini karena airlines terpaksa menjadwal ulang kepulangan mereka akibat pembatasan kuota kapasitas kursi ke Indonesia. Akibatnya mereka yang sedang berada di luar negri jadwal kepulangannya tertunda karena pihak airlines harus mengatur ulang jumlah penumpang inbound untuk Indonesia.

” Meskipun kebijakan prematur tanpa sosialisasi pada konsumen serta asosiasi terkait dan penerbangan itu sudah dicabut kembali per 3 Oktober 2021, namun butuh waktu untuk mengembalikan sistem reservasi bagi penumpang ke Indonesia,” kata Priyadi Abadi.

Berbicara dalam webinar Priyadi Abadi Talk Show yang diikuti 120 an peserta dari Indonesia, Jerman, Belanda dan Inggris, Priyadi mengatakan mereka yang terhambat pulang juga terdapat abdi negara alias para pejabat negara.

” Meski kebijakan itu sudah dicabut, maskapai penerbangan butuh waktu untuk mengatur ulang jadwal reservasi. Kalau tertunda pulang dengan kondisi keuangan sudah tidak mendukung, siapa yang bertanggungjawab untuk biaya hotel, makan, biaya hidup di negri orang sementara visa asuransi bahkan sudah habis masa berlakunya ? kata Priyadi Abadi.

Webinar bertajuk Dampak Pembatasan Inbound Flight 90 Passenger, Siapa yang Bertanggung Jawab ? ini di moderatori oleh Priyadi Abadi mengundang nara sumber antara lain : Salam Ibrahim, Ketua Dewan Pengurus Lembaga Perlindungan Konsumen Penerbangan & Pariwisata Indonesia / LPKPPI.

Hadir pula nara sumber lainnya : Hasiyanna S Ashadi, Ketua DPD Asita DKI Jakarta, Doni Usman, Ketua DPD Astindo DKI Jakarta sekaligus owner DSL Wholesaler. Nara sumber serta peserta webinar sepakat untuk menindaklanjuti kebijakan sepihak pemerintah dalam hal ini Kementrian Perhubungan RI atas kebijakan prematur yang dikeluarkan dan menyebabkan kerugian moril maupun materil banyak pihak.

Dampak Pembatasan Inbound Flight

” Kami menghimbau para pengacara terkemuka sekaligus Selebgram seperti Hotman Paris membantu kami membawa perkara ini ke pengadilan agar tugas negara melindungi rakyatnya dapat dilaksanakan,” ungkap salah satu peserta dari kalangan pers dengan lantang.

Shock therapy sangat dibutuhkan bagi pejabat negara yang telah  menjerumus-kan atasannya yaitu Menteri Perhubungan RI sehingga melakukan tindakan yang merugikan banyak pihak baik di dalam maupun luar negeri.

“Pemerintah harus melindungi hak-hak warganegaranya. Kalau kesalahan pemerintah dimaafkan begitu saja, siapa yang mau bertanggungjawab dan membayar kompensasi ?,” kata Salam Ibrahim

Menurut dia masyarakat sebagai konsumen airlines, corporate dan dunia usaha harus disosialisasikan dahulu setiap ada kebijakan baru dari pemerintah. Semua pihak terkait harus diajak bicara dan tahu hak dan kewajibannya. Minimal dibutuhkan persiapan waktu 2 minggu untuk memutuskan peraturan pengetatan seperti ini dan sangat tidak bisa mendadak.

Ketika Pemerintah RI sendiri yang melakukan pelanggaran maka apapun bentuk kerugiannya harus diangkat dan persoalan ini harus diselesaikan secara terbuka sehingga ke depan tidak ada lagi oknum yang mempermalukan pemerintah RI di dunia internasional, kata Salam Ibrahim.

Syachrul Firdaus, Direktur Eksekutif DPP Astindo  mengatakan sempat menyurati Dephub soal kebijakan prematur pembatasan jumlah penumpang ke Indonesia terkait penanganan COVID-19 ini. Nara sumber serta peserta webinar sepakat untuk menindaklanjuti kebijakan sepihak pemerintah dalam hal ini Kementrian Perhubungan RI atas kebijakan prematur yang dikeluarkan dan menyebabkan kerugian moril maupun materil banyak pihak.

”Kami menghimbau para pengacara terkemuka sekaligus Selebgram seperti Hotman Paris membantu kami membawa perkara ini ke pengadilan agar tugas negara melindungi rakyatnya dapat dilaksanakan,” ungkap salah satu peserta dari kalangan pers dengan lantang.

Shock therapy sangat dibutuhkan bagi pejabat negara yang telah  menjerumus-kan atasannya yaitu Menteri Perhubungan RI sehingga melakukan tindakan yang merugikan banyak pihak baik di dalam maupun luar negeri.

“Pemerintah harus melindungi hak-hak warganegaranya. Kalau kesalahan pemerintah dimaafkan begitu saja, siapa yang mau bertanggungjawab dan membayar kompensasi ?,” kata Salam Ibrahim

Menurut dia masyarakat sebagai konsumen airlines, corporate dan dunia usaha harus disosialisasikan dahulu setiap ada kebijakan baru dari pemerintah. Semua pihak terkait harus diajak bicara dan tahu hak dan kewajibannya. Minimal dibutuhkan persiapan waktu 2 minggu untuk memutuskan peraturan pengetatan seperti ini dan sangat tidak bisa mendadak.

Ketika Pemerintah RI sendiri yang melakukan pelanggaran maka apapun bentuk kerugiannya harus diangkat dan persoalan ini harus diselesaikan secara terbuka sehingga ke depan tidak ada lagi oknum yang mempermalukan pemerintah RI di dunia internasional, kata Salam Ibrahim. Syachrul Firdaus, Direktur Eksekutif DPP Astindo  mengatakan sempat menyurati Dephub soal kebijakan prematur pembatasan jumlah penumpang ke Indonesia terkait penanganan COVID-19 ini.